Hello, Memory [Part 4]

Pagi ini Maura duduk di samping Finda dengan wajah tertekuk. Piring di atas meja berisi nasi goreng buatan Bi Kokom hanya lima suap masuk ke mulutnya. Gantinya segelas susu cokelat sudah habis dia teguk.
Gadis yang pagi ini menggerai rambut hitamnya itu masih dalam aksi ngambek karna wishlistnya yang pertama gagal dia capai. Pras tetep ngotot tidak memperbolehkannya membawa motor ke sekolah. Pras justru malah menawarinya membawa mobil.
Hell no!! Masuk ke gerbang sekolah dengan Jazz merah baru hadiah ulang tahunnya kemarin agaknya terlalu mencolok untuk ukuran murid baru. Maura hanya ingin menjadi anak 'biasa' saja di kesan pertama masuk sekolah barunya.
"Ayo berangkat!"
Pras bangkit dari kursi sambil membawa tas kerjanya setelah menyelesaikan sarapannya. Sedangkan Maura masih bergeming. Gadis itu duduk dengan wajah tertekuk dan tangan kanan menyanggah dagu.
"Adek, ayo berangkat, dek!"
"Papa!!" seru Maura cepat.
Pras terkekeh. Panggilan itu selalu ampuh membuka mulut Maura tiap kali gadis itu melancarkan aksi ngambeknya. Semua orang di rumah tahu, Maura tidak suka dipanggil adik. Dia selalu tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil. Pras dan Finda lantas jadi sering menggoda Maura dengan panggilan itu, seperti saat ini.
"Maura mau bawa motor!" ucap Maura memandang Pras penuh tuntutan.
"Jangan, dek," jawab Pras santai.
"Papa! Kenapa sih emangnya?"
"Banyak begal, dek," canda Pras. Finda tersenyum geli sambil menggelengkan kepala. Tangannya yang sedang berada di lekukan kerah Pras yang dirasa kurang rapih, turun ke bawah untuk memukul pelan dada suaminya yang terus menggoda Maura.
"Mama yang anter aja, Ra, sekalian Mama ada kelas pagi ini." Finda bersuara.
"Nggak usah, Adek sama Papa aja. Nanti Papa antar sampai ke dalam kelas, deh. Suer!" Lagi-lagi Pras menggoda. Kedua alisnya dimainkan naik-turun ke arah Maura.
"Papaaaa!!!" seru Maura kesal lalu bangun dari kursi dan menarik tasnya dengan gerakan kasar. Dia lalu berjalan mendekati Pras dengan langkah lebar dan menghentakkan kakinya kesal sambil mengerucutkan bibirnya tepat di depan Pras.
"Dianter Mama aja!" ucapnya di depan Pras lalu berjalan keluar rumah lebih dulu masih dengan langkah kesal. Dari belakang punggungnya Maura dapat mendengar kekehan Pras yang sangat keras.
Di dalam hati Maura berpikir, entah apa yang salah dengan membawa motor ke sekolah. Mengapa semua orang melarangnya mengendarai motor? Apa karena Maura tidak pernah bisa mengendarai motor?
Oke entahlah, kali ini dengan rendah hati Maura mengakui kalau dia memang tidak bisa mengendarai motor. Dan cita-citanya yang pertama pun benar-benar telah gagal!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Scanner

WATTPAD STORY BY INESIAPRATIWI --- OUR HOPE

Tips Saat Kehilangan Mood Menulis