Hello, Memory [Part 3]
Bogor, 2008.
Di sofa empuk depan tv
berlayar 39 inch yang menayangkan serial kartun kesukaannya, Maura duduk
masih dengan baju tidur dan rambut diikat asal. Cuci muka dan menyikat
gigi pun belum dia lakukan. Di minggu pagi ini, Maura sengaja ingin
langsung menonton Spongebob Squarepants di rumah barunya.
Kemarin sore Maura, Mama
dan Papanya, beserta Bi Kokom (pembantu di rumahnya) pindah ke rumah
baru ini. Salah satu rumah mewah yang berada di Rancamaya. Meninggalkan
kota kembang yang tanahnya sudah dia pijak sejak kecil, ke kota hujan
yang asri ini. Entah apa proyek baru yang dibangun Pras sehingga membuat
mereka terpaksa pindah ke sini.
Tetapi Maura sama sekali tidak masalah. Di mana pun itu asal ada Mama dan Papanya dia tak akan pernah merasa keberatan.
Kecuali di neraka. Ada Mama Papa disana pun gue tetep nggak mau, batinnya sambil bergidik.
"Ra, nanti tolong anter Bi Kokom ke depan komplek, ya, sayang. Kasihan Bibi masih belum hafal jalan di sini, takut nyasar."
Suara Finda menginterupsi Maura dari tayangan tingkah konyol si kuning bercelana kotak di televisi yang ditontonnya. "Naik apa?"
"Test drive Jazz baru nya lah," sahut Finda dari arah dapur.
Maura mendesah. Naik mobil lagi, kapan bisa naik motornya? "Oke!" seru Maura akhirnya menyetujui.
"Kamu anterin doang aja,
nanti pulangnya biar naik taksi," sahut Finda lagi dari dapur, entah
sedang bereksperimen apa dengan Bi Kokom. Yang Maura tahu, hanya ada
aroma bawang dan cabai di tumis masuk ke lubang hidungnya, yang langsung
membuatnya bersin-bersin seketika.
Itu karena Maura bermusuhan dengan bawang!
"Mamaaaaa!!" serunya
kesal bangkit dari sofa sambil menggosok hidungnya yang terasa gatal dan
memerah. Alerginya terhadap bawang ini diturunkannya dari Pras, anehnya
mengapa gen itu bisa menurun padahal mereka bukan berasal dari darah
yang sama.
Ketika Maura
melangkahkan kakinya kesal menuju kamar dengan hidung tertutup,
terdengar suara Finda dan Bi Kokom yang menertawainya.
Di dalam kamar Maura
kembali menyalakan tv melanjutkan kembali menonton acara kartun yang
tadi sempat tertunda. Pintu kamar dia tutup rapat-rapat agar aroma
menyebalkan itu tidak lagi bisa dia hirup.
Kamar barunya ini cukup
luas, lebih luas dari kamar di rumah sebelumnya. Malah mungkin bisa
dibilang sangat luas untuk ukuran kamar. Maura merasa beruntung bisa
hidup di tengah Pras dan Finda yang serba berkecukupan, bahkan
berlebihan. Coba bayangkan saja jika saat ini dia masih berada di panti
asuhan, kamar seluas ini mungkin bisa ditempati sekitar sepuluh anak.
Dan besok adalah hari
pertamanya masuk sekolah, di sekolahnya yang baru. Ini saatnya kembali
melanjutkan cita-citanya dan mewujudkan ketujuh wishlistnya. Lalu jika
semua keinginannya itu sudah Maura dapatkan, hmm... mungkin sudah
saatnya dia meraih cinta lagi. Masih mungkin... namun itu belum
terpikirkan oleh Maura.
Komentar
Posting Komentar