Hello, Memory [Part 8]

Detik berikutnya, Dewa segera membawa dirinya berenang ke tepi kembali untuk segera tersadar dari kedua mata yang dalamnya tak berdasar itu. Kepalanya menggeleng-geleng seolah mencoba mengenyahkan apa yang melintas di kepalanya. Dewa lantas tersenyum dan mengembalikan wajah jenakanya seperti semula.
"Ohya?!" Dewa nampak pura-pura kaget. Telunjuk dan ibu jarinya mengusap dagunya, seolah berpikir serius. "Wah..., gue yakin kalau kita berdua bersatu, dunia ini pasti bakal penuh dengan kegelapan!" serunya mendramatisir.
Lagi-lagi Maura kembali tertawa sampai rasanya otot-otot pipinya terasa pegal. Dia merasa sangat senang berteman dengan seseorang seperti Dewa. Tingkahnya yang konyol dan apa adanya adalah tipe teman yang tidak akan membosankan sepanjang masa.
Dewa kemudian berdiri, sepertinya hendak masuk ke kelasnya. Maura pun ikut berdiri ketika matanya melirik jarum panjang di jam tangannya yang sebentar lagi menuju ke angka dua belas.
"Udah mau bel nih, Ra. Gue ke kelas dulu, deh. Mau rebutan tempat duduk biar dapet sama cewek-cewek cantik," ujarnya sebelum melangkah menuju kelasnya, dengan kedua alis yang dimainkan. Tak lupa juga senyum konyolnya.
Maura ikut mengangguk sambil tersenyum lalu berjalan menuju kelasnya. Sambil berjalan dia merapal dalam hati, semoga saja cita-citanya yang ketiga kali ini bisa dia capai. Semoga saja teman sebangkunya nanti adalah cewek. Karena demi apapun menurut Maura sebangku dengan cowok itu nyusahin. Tukang minjem, tukang rusuh dan tukang nyontek.
Dijamin!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATTPAD STORY BY INESIAPRATIWI --- OUR HOPE

Tips Saat Kehilangan Mood Menulis

TUGAS IBD II - Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan