Hello, Memory [Part 7]

"Jadi gue bener, kan?" tanya Dewa lagi dengan tampang polos yang menggelikan.
"Ya ya ya, gue nggak punya alasan untuk tidak membenarkan lo," jawab Maura. "Tapi sebenernya nama gue bukan cuma satu kata, kok. Di belakangnya ada nama bokap gue. Tapi dari kecil kita sepakat untuk nggak menyisipkan nama itu di setiap pendaftaran sekolah. Biar gue bisa berdiri sendiri tanpa bantuan nama itu," lanjut Maura lagi.
Dewa mengangguk-angguk dengan wajah sok seriusnya. "Gitu ya? Boleh juga tuh." Lalu dia kembali bertanya, masih dengan pertanyaan konyol yang sudah jelas sekali tidak Maura tau jawabannya. "Lo tau arti nama gue, nggak?" tanyanya.
"Emangnya penting?" canda Maura.
Dewa tertawa kecil. "Nggak juga sih, tapi siapa tau nanti masuk di soal ujian."
Maura kembali terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Ajaib nih cowok!
"Dan karena gue baik, takut lo nanti nggak bisa jawab soal ujian, makanya gue kasih tau aja nih ya apa arti nama gue," kata Dewa lagi. "Kalau Dewa lo pasti tau lah ya apa artinya, banyak tuh di kuil-kuil."
Maura menyempatkan untuk tertawa sejenak. "Trus?"
"Dan kalau Rama kata nyokap gue sih diambil dari kitab Regweda dan Atharwaweda yang artinya gelap atau kegelapan. Ngeri banget kan nama gue? Dewa kegelapan." Dewa berdecak kecil sambil tertawa setelah selesai menjelaskan arti namanya sendiri.
Namun kali ini, berbeda dengan Dewa, reaksi Maura justru berbanding terbalik. Maura hanya terpana memperhatikannya dan bertanya-tanya sendiri dalam hati tentang kebetulan yang sangat pas ini.
"Dewa...," panggilnya pelan dan serius.
Dewa mengangkat alisnya tanda bertanya.
"Lo tau apa arti nama gue?"
"Emangnya penting? Masuk di soal ujian juga, ya?"
Keseriusan itu semerta-merta menghilang. Maura langsung tertawa kecil menanggapi Dewa yang mengikuti ucapannya tadi. Kekagetannya tadi pun menguap begitu saja.
"Emang artinya apa? Kasih tau, dong. Takutnya nanti gue nggak bisa jawab soal ujian nih," pinta Dewa dengan wajahnya yang memelas.
Lalu setelah puas tertawa Maura pun menjawab. "Maura itu artinya juga gelap."
Selama beberapa detik, Dewa merapatkan mulutnya. Iris cokelatnya jatuh tepat di kedua bola mata Maura yang seolah membawanya masuk dalam-dalam dan menenggelamkannya tanpa riak. Ditatap seperti itu membuat Maura heran dan mengerjapkan matanya dengan cepat. Dan bulu-bulu matanya yang panjang menjadi bagian dari keindahan mata yang sedang diselami oleh Dewa itu.
Sang kegelapan kini akhirnya saling bertemu, kata hati Dewa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WATTPAD STORY BY INESIAPRATIWI --- OUR HOPE

Tips Saat Kehilangan Mood Menulis

TUGAS IBD II - Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan